Laman

Coffee Break with Hafidz Part 2: Water Dance

“Hafidz, nggak main air ya, Sayang,” pintaku ketika melihat Hafidz sudah mulai mengambil gelas. Naluri servant-ku mencium gelagat yang tidak enak. Akan kembali terjadi banjir di tengah rumah. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah sang jagoan kecilku, Hafidz.
Kadang aku tak habis pikir, apa sih yang membuat Hafidz begitu menyukai air. Selalu saja muncul ide briliannya agar bisa menyentuh air. Walau aku sudah sekuat tenaga untuk mencegahnya bermain air. Tapi usahaku selalu berujung kegagalan.
Pernah suatu hari ketika umurnya belum genap 1 tahun. Aku sedang sholat isya dan aku membiarkan Hafidz bermain di luar kamar. Biasanya aku selalu membawanya ke kamar dan menutup pintu kamar sehingga aku merasa aman. Tapi malam itu aku kasihan pada Hafidz yang terlihat bosan bermain di kamar terus.
Maka aku izinkan dia main di tengah rumah setelah yakin kondisi tengah rumah kondusif untuk digunakan tempat bermain Hafidz meski tanpa pengawasanku. Pintu kamar mandi sudah aku kunci dari luar. Aman. Dia tidak akan bisa masuk ke kamar mandi.
Tengah khusyuk sholat, telingaku mendengar bunyi yang tak asing. Ya, bunyi gelembung air minum dalam galon. Jangan-jangan Hafidz... Ah, kekhusyukan sholatku telah ternoda oleh bunyi gelembung air ya, Rabb. Aku segera menyelesaikan sholatku karena perasaanku tidak enak. Pasti ada sesuatu yang terjadi.
Bergegas aku keluar kamar dan mendapati Hafidz sedang asyik berkubang di dekat dispenser. Pakaiannya sudah basah kuyup. Pinggulnya meliuk ke kanan dan ke kiri. Air di dalam galon yang tadinya penuh kini tinggal setengahnya. Kran dispenser terbuka dan mengeluarkan air yang membentuk danau kecil. Seketika mataku gelap. Aku berdiri kaku.
Hafidz yang menyadari kehadiranku, menoleh dan tertawa bahagia. Matanya bercahaya. Senyumnya begitu lepas. Amarahku yang sudah di ubun-ubun, mendadak lenyap, berganti dengan kegelian. Namun tak urung mulutku tetap mengeluarkan omelan-omelan pelan.
Nah, aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Maka aku terus-menerus mengingatkan Hafidz agar membatasi main air. Main air boleh tapi ada saatnya dan ada batasan waktunya. Tapi namanya juga anak-anak. Tidak cukup sekali dua kali mengingatkannya. Tidak hanya cukup dengan ucapan tapi juga harus diiringi dengan tindakan. Biasanya jika Hafidz sudah aku anggap cukup bermain air, maka aku akan langsung memintanya berhenti dan mengganti pakaiannya. Tak lupa juga mengelap air bekas mainnya.
Nah, pagi itu Hafidz sudah siap dengan gelasnya. Dia sodorkan gelas sambil menunjuk dispenser. Hmm, itu artinya dia minta diambilkan air minum. Aku sengaja memberinya air minum sedikit. Dengan harapan air itu akan habis sekali teguk. Tapi, lagi-lagi Hafidz selangkah lebih maju dariku. Dengan cepat diteguknya air itu sedikit sekali. Kemudian dia mengambil gelas baru dan memindahkan sisa air minumnya ke gelas yang baru diambilnya.
Hafidz lakukan itu berkali-kali sampai dia sadar air di gelasnya habis dan berpindah ke lantai. Aku pura-pura tidak tahu ketika dia mendekatiku.
“Tak ada,” seru Hafidz sembari menunjuk ke gelasnya.
“Airnya sudah habis ya, Hafidz,” tanyaku.
“Ho-oh,” jawabnya sambil mengangguk.
“Tuh lihat, airnya sudah pindah ke lantai semua. Bagaimana, dong?”
Setelah mendengar itu, Hafidz berlalu tanpa banyak protes. Tumben, pikirku. Biasanya dia akan gigih memperjuangkan keinginannya dengan 1001 cara.
Aku kembali sibuk dengan pekerjaan pagiku. Tapi, ekor mataku menangkap pemandangan baru! Ya, aku melihat Hafidz menyeret kain lap yang biasa aku gunakan untuk mengelap lantai. Hmm, kejeniusan apa lagi yang akan Hafidz perlihatkan ya.
Hafidz kemudian menjatuhkan lap itu ke lantai yang basah oleh air yang dia tumpahkan. Kemudian dia mulai mengelapnya. Aih, jadi terharu dibuatnya. Aku mendapat pelajaran berharga dari seorang anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Pelajaran tanggung jawab. Sebuah sikap yang akhir-akhir ini mulai diabaikan oleh orang-orang yang mengaku dirinya dewasa.
Ah, Hafidz, lagi-lagi Bunda kalah darimu, Nak. Ya, kalah. Karena sejak momen pagi itu, setiap engkau menumpahkan apapun ke lantai, engkau akan segera membersihkannya. Love you much, Hafidz.


2 komentar: