Laman

Melejitkan Potensi Dengan Membangun Komunikasi Sejak Dini

       
Sentuhan dan tatapan, salah satu bentuk komunikasi

      Sejak usia kehamilan memasuki bulan ke empat, saya mulai mengajak anak saya berkomunikasi. Dengan mengelus perut dan mengucapkan kalimat sapaan. Seperti “Assalamu’alaikum, Ade. Ini Bunda.”.  Semakin bertambah usia kehamilan, semakin beragam komunikasi yang saya lakukan. Mulai dari membacakan buku, mengobrol, dan mengajaknya ketika akan memulai berbagai aktivitas. Misal ketika akan masak, saya akan berkata: “Ade, kita masak yuk.”
           Akhirnya kebiasaan itu terbawa sampai anak saya lahir. Ketika sedang menyusui, saya akan mendendangkan lagu sambil mengusap-usap punggung tangannya. Jika anak saya sedang terjaga, maka saya akan mengajaknya ngobrol. Apapun bisa menjadi bahan obrolan. Karena obrolannya masih satu arah, maka terdengar seperti saya sedang curhat ke bayi. J J J
         Tapi dari kebiasaan itu, saya merasakan ikatan dengan anak semakin kuat. Anak dapat merasakan apapun suasana hati ibunya. Jika saya sedang gembira, anak saya akan tertawa-tawa dengan sorot mata yang berbinar-binar. Jika saya sedang sedih dan tertekan, maka dia lebih sering diam dan memilih untuk tidur. Mungkin dia tidak mau melihat ibunya sedih.
            Ketika memasuki usia sekitar 18 bulan, anak saya mulai menunjukkan kecenderungan tantrum. Tantrumnya pun bisa terbilang ‘ekstrim’. Dia akan membentur-benturkan badannya ke lantai dan tembok. Tentu ini membuatku menjadi khawatir. Jika ini dibiarkan, bisa menjadi karakter yang terbawa ketika dia sudah besar kelak. Selain kecenderungan tantrum, anak saya juga sulit beradaptasi di lingkungan baru dengan cepat. Jika saya ajak bermain ke rumah teman, dia tidak mau lepas dari saya. Bahkan ketika saya ke toilet pun, saya harus mengajaknya serta. Sangat merepotkan dan memalukan, pikirku kala itu.
          Saya mencoba mempelajari penyebab dan solusinya. Apa yang salah dari saya ketika mendidiknya? Menurut istilah teman, kondisi itu bisa dikatakan sebagai sindrom anak pertama yang cenderung ‘ibu banget’. Tidak rela jika anakku menjadi ketergantungan pada ibunya maka saya mulai mencari berbagai referensi. Baik dari bacaan maupun ngobrol dan sharing dengan teman dan saudara yang lebih berpengalaman. Maklum, sebagai ibu baru saya masih sering keder dalam mengasuh dan mendidik anak.
          Ternyata kembali lagi kuncinya adalah komunikasi. Mulai dari cara saya berkomunikasi sampai kapan waktu yang pas agar pesan yang ingin saya sampaikan tepat sasaran. Sebisa mungkin saya mencoba menghindari kalimat negatif seperti tidak dan jangan. Jika memang tidak ada pilihan, maka saya akan menjelaskan alasannya.
         Ketika menjelang tidur, ketika sedang menyusui, atau ketika anak sedang gembira adalah waktu yang tepat untuk mengajaknya berkomunikasi. Saya menghindari untuk berbicara ketika anak dalam kondisi yang tidak nyaman seperti kesal atau marah.
       Bagaimana hasilnya? Ah, masih terlalu dini bila berbicara mengenai hasil. Terlebih anak usia batita yang masih sangat dinamis dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tapi saya mulai merasakan perbedaan. Mungkin dari kemampuan berbahasanya masih standar tapi kemampuan mengolah emosinya sungguh menakjubkan. Ketika mempunyai keinginan, dia akan menyampaikannya. Jika tidak terpenuhi, dia hanya menangis tersedu sambil memeluk saya dengan erat. Atau jika ada ayahnya, dia akan mengajak ayahnya untuk keluar rumah. Jika saya ajak ke lingkungan baru, dia juga lebih mudah untuk beradaptasi sekarang. Bahkan dia lebih dulu menyapa orang-orang yang ditemuinya.

Komunikasi yang Baik, Komunikasi Efektif

      Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu makna komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedang menurut beberapa ahli seperti William J. Seller dan Raymond Ross, komunikasi ialah suatu proses di mana simbol  verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan diberi makna.
         Apabila komunikasi di dalam keluarga sudah terjalin dengan baik, maka bisa dipastikan hubungan dalam keluarga menjadi lebih harmonis. Terlebih komunikasi antara ibu dengan anaknya. Komunikasi yang terjalin dengan baik akan berdampak positif pada perkembangan anak. Beberapa diantaranya adalah:
1.        Mengembangkan kematangan emosional anak
2.      Meningkatkan kepandaian intelektual
3.       Mempunyai kemampuan dalam kehidupan sosial yang baik
4.      Menanamkan nilai prinsip moral yang baik pada anak
         Lantas bagaimana cara membangun komunikasi yang baik dan efektif pada anak?  Berikut beberapa kiatnya:
ü  Jangan berbicara tergesa-gesa pada anak.
ü  Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, hindari menggunakan bahasa negatif seperti tidak dan jangan. Jika tidak ada pilihan, harus disertai alasan yang jelas.
ü Ketika berbicara dengan anak, sSebisa mungkin ketahui bagaimana kondisi emosinya.
ü  Pahami kebutuhan bahwa sebagai orangtua dan anak itu berbeda.
ü  Biasakan untuk membaca bahasa tubuh anak, apakah dia sedang senang, sedih, dan lainnya.
ü Ketika anak sedang bercerita, pastikan kita fokus pada dirinya. Simpan dahulu gadget  atau tunda aktivitas lainnya.
ü  Hindari memaksakan pendapat, cara, atau memvonis anak. Lebih baik memberikan pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang sedang dialaminya.
      
Membangun Komunikasi Sejak Dini
Ekspresi, buah komunikasi yang baik

      Komunikasi tidak terbatas dalam bentuk kata-kata, namun mencakup ekspresi dan sebuah kesatuan seperti bahasa tubuh, senyuman, pelukan, ciuman sayang dan kata-kata. Mendengarkan secara totalitas dalam artian benar-benar mendengarkan, memberikan perhatian dan memahami emosi serta pikiran orang yang bicara pun termasuk ke dalam berkomunikasi.
        Membangun komunikasi sejak dini tidak akan pernah merugikan pihak manapun. Yang saya rasakan justru membuat saya lebih lega karena berbagai perasaan dan emosi tersampaikan. Memendam rasa dan emosi hanya akan membuat kita tertekan dan stres. Kita lebih mudah memahami kondisi anak karena anak terbiasa untuk terbuka. Sungguh tidak terbayangkan bagaimana rasanya ketika anak beranjak remaja, mereka lebih terbuka kepada orang lain ketimbang kepada orangtunya.  Selain itu, anak juga mampu berkembang optimal sesuai dengan potensinya.

         Sama halnya seperti orang dewasa, anak-anak pun membutuhkan komunikasi yang baik. Tidak hanya dengan teman sebayanya tetapi juga dengan orangtuanya. So, mulai bangun komunikasi yang baik dengan anak-anak kita sekarang.





               Tulisan ini diikutsertakan dalam "Happy Mom - Yas Marina Give Away" 
                http://www.yas-marina.net/2016/12/happy-mom-yas-marina-giveaway.html