Laman

Ayah yang Mulia

Nabi Muhammad SAW menunduk. Matanya berkaca-kaca. Seorang sahabat memperlihatkan tebusan untuk Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi. Tebusan itu berupa uang dan kalung yang tidak asing bagi Rasulullah. Kalung itu adalah hadiah dari istri tercintanya, Khadijah Ra untuk putri sulungnya, Zainab binti Muhammad, pada hari pernikahannya.
Dan kini kalung itu digunakan sebagai tebusan suami Zainab binti Muhammad. Mengapa Zainab harus mengirimkan uang dan kalung sebagai tebusan kepada ayahnya?
Saat itu perang Badar telah usai dengan kemenangan berada di pihak kaum Muslimin. Kaum musyrikin Quraisy yang menyerah kemudian menjadi tawanan. Jika mereka berasal dari keluarga kaya, maka keluarganya boleh menebus dengan harga mahal. Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi, suami Zainab binti Muhammad, ikut tertawan karena membela pihak musyrikin dalam perang Badar itu.
***
“Zainab, aku percaya pada ayahmu dan pada apa yang dibawanya (Islam). Tapi aku tidak bisa masuk Islam karena khawatir jika kaum Quraisy menyangka aku masuk agama Islam hanya untuk menyenangkan istriku.”
Demikian alasan Abu Al Ash ibnu Ra-Rabi ketika Zainab mengajak suaminya beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad.
Walaupun Zainab binti Muhammad sedih mendengar jawaban suaminya, namun dia tidak bisa memaksakan kehendaknya. Sebagai istri yang baik, dia hanya mampu mendoakan agar suaminya kelak diberi hidayah oleh Allah SWT. Zainab binti Muhammad tidak ikut hijrah ketika seluruh keluarganya pindah ke Madinah. Zainab merasa seorang diri di tengah keluarga suaminya.
Dan ketika berkecamuk perang Badar, Zainab binti Muhammad mendengar kabar bahwa suaminya menjadi tawanan tentara kaum Muslim. Dengan cepat Zainab mengirim sejumlah uang dan kalung pemberian ibunya untuk membebaskan suaminya.
Dan kini benda itu berada dalam genggaman Rasulullah SAW. Dengan lirih Rasulullah berkata kepada para sahabatnya, “jika kalian mengijinkan, aku ingin membebaskan tawanan Zainab binti Muhammad tanpa mengambil tebusannya. Kalian juga dapat melakukan hal yang sama.”
“Tentu wahai, Rasulullah. Kami tidak keberatan,” jawab para Sahabat.
Rasulullah kemudian membebaskan Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi dengan satu syarat. Rasulullah meminta agar Abu Al Ash ibnu Ar- Rabi mau menceraikan Zainab binti Muhammad dan membiarkannya pergi ke Madinah dengan selamat. Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi menyanggupinya.
Begitu Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi sampai di Mekkah, Zainab menyambutnya dengan sukacita. Namun Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi berkata, “Zainab, kau bukan untukku. Ayahmu, Muhammad, telah memintaku untuk melepaskanmu. Karena Islam melarang kita untuk bersama jika keyakinan kita berbeda. Aku menyanggupi permintaan ayahmu. Dan aku bukanlah orang yang ingkar janji.”
Zainab sedih mendengar hal itu. Namun dia sadar apa yang diputuskan oleh ayahnya, Rasulullah SAW, bukan karena semata-mata membenci Abu Al Ash ibnu Ar-Rabi. Rasulullah memutuskan itu berdasarkan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Juga didorong oleh kasih sayang seorang ayah kepada putrinya.

Maka dengan tidak menunggu waktu lama, Zainab binti Muhammad bersiap menuju Madinah. Kota di mana orang-orang yang manyayanginya berada. Sesampai di Madinah, Zainab disambut dengan penuh sukacita oleh Rasulullah dan seluruh keluarganya. Saking bahagianya, Rasulullah sampai menitikkan airmata.

3 komentar: